Oleh:
Dr. Anton Permana
(Alumni Lemhannas, Pengamat Geopolitik dan Pemerintahan, TDM Institute)
Suarapribumi.co.id — Sebelum kita memberikan saran dan solusi buat Pemerintahan Prabowo Subianto (selanjutnya kita sebut PS), perlu kita bedah dan analisa singkat fenomena apa yang sedang terjadi saat ini sehingga rakyat melalui aksi demo yang seperti kita lihat (setidaknya sampai malam ini pukul 20.30 WIB tanggal 29 agustus 2025) begitu marah, beringas, sehingga menimbulkan kerusuhan besar tidak saja di Jakarta, tapi juga melanda kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Yogjakarta, Jambi, Bone, dan yang terbesarnya di Jakarta. Apalagi pasca jatuhnya korban nyawa tak berdosa almarhum Affan Kurniawan driver Ojol yang digilas roda kendaraan rantis Brimob dini hari tadi.
Secara teori konflik menurut Fisher, konflik disebabkan oleh dua hal. Yaitu ; Identity Conflict dan Distribution Conflict. Maksudnya adalah, identity conflict adalah sebuah konflik yang timbul karena adanya ketidakadilan, pertarungan ego berbasis SARA, nilai2 kemanusian, moralitas dan ego kelompok.
Sedangkan distribution conflict adalah sebuah konflik yang timbul karena adanya ketimpangan distribusi ekonomi, distribusi fasilitas, distribusi keadilan, dari dan atas kelompok masyarakat. Bisa antara penguasa dengan rakyat, bisa juga antara koorporasi dan masyarakat.
Kembali menurut teori konfliknya Fisher ini, permasalahan konflik tersebut bisa juga diselesaikan dengan dua cara. Yaitu ; Melalui adjudicative process, dan consensual process. Yang dimaksud adjudicative process itu adalah penyelesaian sebuah konflik melalui jalur hukum (litigasi) atau peradilan yang adil. Sedangkan consensual process adalah sebuah konflik yang bisa diselesaikan melalui cara (non-litigasi) non peradilan yaitu melalui konsensus, kesepakatan bersama, mediasi, atau kompromi antar sesama pihak.
Kalau kita lihat, demonstrasi besar dan rusuh yang sedang terjadi saat ini adalah sebuah akumulasi kemarahan, kekecewaan, protes, dan perlawanan dari masing-masing kelompok. Baik berdasarkan konflik kepentingan, ego, rasa ketidakadilan, rasa ketertindasan, ketakutan, atas prilaku pemerintah saat ini. Bisa juga akibat terlalu banyaknya terjadi ketimpangan distribusi ekonomi, keadilan, fasilitas, dan potensi kehidupan sehingga terjadilah frustasi ekonomi dan kesejahteraan suatu kelompok masyarakat akibat diskriminasi kebijakan pemerintah yang hanya mementingkan kelompok dan pribadinya. Terlepas dari dugaan adanya campur tangan kekuatan luar dan inteligent dalam hal ini.
Faktanya hari ini kita bisa lihat sendiri. Meskipun dengan gaya pidato yang berapi-api serta telah mengeluarkan beberapa kebijakan strategis yang pro-terhadap rakyat versi pemerintah, namun suasana kebatinan dan kegelisahan masyarakat seakan tidak terjawab. Ibarat jauh berbeda antara hasil diagnosa penyakit dengan resep obat yang diberikan terhadap sebuah penyakit.
Seperti contoh, yang paling dibutuhkan masyarakat saat ini adalah lapangan pekerjaan, dukungan modal usaha, pupuk murah, harga harga stabil, agar daya beli masyarakat tinggi dan bisa mengatasi sendiri biaya pendidikan, sandang pangan, serta kebutuhan dasar lainnya. Bukan kenaikan pajak dan kenaikan gaji dan tunjangan pejabat dan DPR serta kebijakan lainnya yang akhirnya justru melahirkan masalah masalah baru dan tidak tepat sasaran. Karena hanya akan dinikmati oleh kelompok masyarakat yang terafiliasi dengan kekuasaan politik tertentu saja.
Begitu juga dengan perilaku pemerintahan. Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah, rasa aman, rasa nyaman, kebersamaan, keadilan hukum, kemudahan perizinan dan administrasi, tidak ada diskriminasi, dan pembelaan terhadap hak-hak mereka. Bukan justru sebaliknya. Penindakan hukum tebang pilih, tajam kebawah tumpul keatas. Semua potensi ekonomi dikuasai kelompok elit semata. Rakyat banyak jadi korban kekerasan aparat hukum dan kriminalisasi. Data-data bagus ekonomi berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dari semua fakta dan fenomena di atas, pada kesempatan ini mari kita coba berikan solusi dan saran terhadap pemerintahan Prabowo hari ini. Karena, aura kemarahan masyarakat kalau tidak segera diredam dengan formulasi kebijakan yang tepat, maka niscaya kerusuhan seperti tahun 1998 bisa saja terulang kembali dan melengserkan PS dari kursi Presiden yang kemudian digantikan Gibran Rakabuming Raka.
Adapun solusi dan saran yang bisa kita berikan adalah :
1. Dialog
Sudah saatnya PS duduk bersama dan mendengarkan dengan hati yang lapang, apa sebenarnya yang disuarakan masyarakat. Jujur saya sampaikan, dengan kejadian dua demonstrasi besar besaran saat ini hingga jatuhnya korban nyawa, saya mulai meragukan kualitas informasi yang masuk ke telinga Presiden, hingga kualitas para anak buah Presiden khususnya di bidang inteligent dan aparat keamanan. Apakah inteligent kita mandul, dimandulkan, salah diagnosa, atau bisa juga informasi inteligent itu sendiripun ada yang “mengebiri” informasi di tengah jalan sebelum sampai ke telinga Presiden ?
Karena berseliweran informasi bahwa ada semacam system “iron dome” (kubah besi) penangkal segala jalur informasi ke Presiden yang dikontrol kuat dan dikendalikan penuh oleh seorang oknum yang begitu full power. Bahkan selevel Menko dan keluarga Presiden pun kesulitan untuk bertemu dan berkomunikasi karena harus melalui “oknum” tersebut.
Untuk itulah pada saat ini jadikan kondisi dan situasi sekarang menjadi pintu dialog antara pemerintah dengan kelompok-kelompok yang “marah” saat ini. Karena kita adalah negara demokrasi, dimana apabila sebuah aspirasi, kritikan, dan pikiran terlalu dibungkam, makan ini akan menjadi bom waktu bagi pemerintahan Prabowo. Terkait siapa-siapa saja kelompok yang akan dialog tersebut, menurut saya pihak inteligent pasti sudah memetetakan dan mengidentifikasi semua. Ajak semua dialog tanpa memandang SARA, pilihan politik, dan rekam jejak dendam masa lalu.
2. Penegakan Hukum seadil-adilnya
Drama abolisi dan amnesti terhadap Hasto dan Tom Lembong, meski buat senang kelompok tertentu. Tapi mesti dicatat, banyak hingga ratusan kasus ketidakadilan hukum lainnya yang terpampang telanjang di depan mata yang juga butuh keadilan dan perhatian Presiden Prabowo. Seperti kasus hukum yang sudah terjadi : ratusan Tapol Napol era Jokowi yang dipenjarakan karena hanya menyampaikan pendapat. Seperti aktifis KAMI, Dr Syahgnda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Dr Anton Permana. Belum lagi kelompok Islam seperti Habieb Rizieq Shihab, Ruslan Buton, Gus Nus, Ustad Ali Baharsyah, Edy Mulyadi, dst.
Belum lagi kita bicara kriminalisasi terhadap tewasnya 6 pengawal HRS (tragedi KM50), pagar laut PIK, kriminalisai Charlie, dan banyak lagi kasus kesewenangan perampasan hutan adat masyarakat melalui tindakan represif aparat.
Kenapa semua itu begitu kontras dengan kasus Silfester yang belum juga dieksekusi Jaksa padahal putusannya sudah inchract. Kasus ijazah palsu Jokowi yang sarat ketimpangan perlakuan hukum dengan Roy Soeryo CS. Belum lagi kasus Judol Budi Arie, laporan korupsi Gibran ke KPK yang mati suri.
Artinya, untuk mengobati rasa dahaga keadilan dan tingkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, aspek hukum ini sangat penting untuk ditegakkan dengan seadil-adiknya tanpa pandang bulu. Seperti : Segera eksekusi Silfester, bebaskan Charlie dalam kasus PIK, tangkap Budi Ari dalam kasus Judol, proses laporan dugaan korupsi Gibran di KPK, perlakukan adil para pelapor ijazah palsu Jokowi. Karena Presiden tinggal perintahkan Kapolri dan Jaksa Agung untuk proses.
Lalu bongkar lagi kasus tragedi KM50, berikan juga amnesti kepada para korban Tapol Napol keganasan rezim Jokowi. Baru kepercayaan masyarakat akan pemerintah kembali muncul. Termasuk terhadap 7 orang personil Brimob yang menggilas almarhum Affan Kurniawan dalam demonstrasi kemarin.
3. Copot para Pejabat bermasalah dan rangkul kelompok Civil Society garis lurus kedalam pemerintahan.
Salah satu sumber masalah dalam roda pemerintahan Prabowo juga adalah masih bercokolnya wajah wajah lama pemerintahan rezim Jokowi dimana semua bawaan antek genk Solo ini juga banyak masalah serta melahirkan masalah masalah baru yang membuat masyarakat semakin marah.
Seperti pidato keras Jendral Gatot Nurmantiyo dalam ultah KAMI tanggal 18 Agustus 2025 kemaren di Yogjakarta. Ada setidaknya 16 point masalah yang “seakan disengaja” oleh para Menteri genk Solo ini untuk menggembosi pemerintahan Prabowo dari dalam. Atau istilah beliau sebutkan upaya “Sabotase Struktural” (silahkan searching beritanya di goegle).
Selama wajah para genk Solo ini masih bercokol dalam pemerintahan Prabowo, sangat mustahil akan ada perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Karena mereka ini semua adalah para “bandit” elit politik yang selama ini merusak negara ini dari berbagai lini untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Jadi sudah saatnya, Prabowo mulai mengkonsolidasi para pakar, cendikiawan, aktifis, ulama, akademisi, yang benar- benar expert di bidangnya serta mewakili para kelompok Civil Society (baik kanan maupun tengah) masuk ke dalam pemerintahan. Biar ada keseimbangan dan energi baru dalam pemerintahan Prabowo kedepan
4. Tinggalkan pola-pola pencitraan dan gunakan Buzzer untuk memanipulasi opini masyarakat
Salah satu perusak terbesar alam demokrasi kita saat ini adalah para agen2 Buzzer, influencer, yang kerjanya membolak-balikkan fakta, merekayasa opini, sehingga kita semua kadang terjebak dalam dunia “Post Truth” (kebohongan yang dianggap benar).
Kita sudah punya kearifan lokal budaya system pranata sosial Gotong Royong, Musyawarah, saling welas asih, menghormati antar sesama walau berbeda suku dan agama. Manfaatkan kembali pengaruh baik para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dalam memberikan rasa kesejukan, keharmonisan, di tengah masyarakat melalui pendekatan persuasif dan sosial directing.
Jadi masyarakat tidak mudah lagi di bodoh-bodohi dengan propaganda, diadu domba, dan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Sudah saatnya buat aturan ketat dalam bersosial media yang beradap, dan menutup pintu penggunaan Buzzer bayaran yang selama ini menjadi sumber perpecahan di tengah masyarakat kita.
5. Sudah saatnya mengevaluasi konstitusi kita, agar kembali kejalan yang benar sesuai cita cita pendiri bangsa
Ada beberapa permasalahan fundamental yang setelah pasca reformasi 27 tahun berjalan baru sekarang kita rasakan dampak negatifnya hasil amandemen brutal UUD 1945. Bayangkan ada 84 ayat yang diubah dan dimasukkan kedalam batang tubuh UUD 1945 kita. Dimana menurut pakar hukum tata negara dari UGM (alm) Prof Khailan, setidaknya ada 93 persen perubahan terjadi terhadap konstitusi kita. Sehingga wajar saja hari ini terjadi penyimpangan perilaku bernegara kita jauh lari dari apa yang dicita -citakan para Bapak pendiri Bangsa.
Artinya, ibarat pepatah melayu, “Kalau kita tersesat di jalan, maka kembalilah ke pangkal jalan”. Konkritnya adalah ; Bisa saja Presiden Prabowo mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli versi Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959.
Mari kita kembali tata ulang, dan kembalikan arah kiblat bangsa ini sesuai suasana kebatinan bangsa Indonesia yang ber Pancasila, tidak liberal lagi. Khususnya dalam pengelolaan sumber kekayaan alam, sistem politik hegemoni partai berbiaya mahal, sistem pemilihan langsung yang menimbulkan konflik-konflik horizontal, tentang hak keistimewaan pribumi asli yang dicabut padahal itu adalah “given and previlege” terhadap identitas kebangsaan kita. Kedudukan DPR/MPR dan mengembalikan fraksi utusan daerah dan golongan sebagai penyeimbang dominasi partai politik terhadap kekuasaan.
Saya yakin, apabila 5 hal ini segera dilakukan oleh Presiden Prabowo, insyaAllah minimal separoh permasalahan bangsa ini akan terselesaikan. Prabowo harus segera memilih dan bersikap tegas. Cukup bulan madu dan euh pakeweuh selama ini dengan mereka yang jelas jelas menjadi dalang dari semua kerusakan yang terjadi. Salam Indonesia Jaya !
Duren Sawit, 29 Agustus 2025