Matarakyat24.com – Sibuhuan, 19 September 2025 – Seorang siswi SMP di Sibuhuan menjadi korban perundungan (bullying) yang dilakukan oleh teman-teman sebayanya. Peristiwa ini menuai keprihatinan luas setelah diketahui siswi tersebut mengalami tekanan mental yang cukup berat hingga menunjukkan tanda-tanda depresi.
Menurut informasi yang dihimpun, korban kerap mendapat ejekan, hinaan, hingga tindakan pengucilan di lingkungan sekolah. Beberapa rekaman percakapan dan kesaksian teman dekatnya mengungkap bahwa korban sering menangis sepulang sekolah dan enggan berinteraksi dengan orang lain.
Seorang psikolog anak dan remaja , menegaskan bahwa kasus perundungan seperti ini tidak boleh dianggap sepele. “Bullying yang dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan trauma mendalam. Jika tidak ada penanganan, korban berisiko mengalami depresi berat hingga gangguan jiwa,” ujarnya.
Pihak keluarga korban menyatakan enggan melaporkan ke pihak terkait guna menjaga identitas anaknya. Orang tua korban berharap sekolah bersama instansi terkait segera bertindak agar kasus seperti ini tidak terjadi ke siswa/siswi lain.
RIZKI MEDISANDI HARAHAP SELAKU KOORDINATOR WILAYAH SUMUT-ACEH HMI MPO BADKO SUMBAGTERA mendesak adanya tindakan cepat dari sekolah dan pemerintah daerah jika terjadi pelaporan. “Bullying adalah pintu masuk bagi rusaknya masa depan anak. Korban harus mendapat pendampingan psikologis, sementara pelaku perlu diberikan pembinaan serius,” ungkap Rizki Harahap .
Kasus seperti ini menambah daftar panjang persoalan bullying di sekolah. Pemerhati pendidikan menilai bahwa perlunya program pencegahan yang lebih efektif, mulai dari pendidikan karakter, pengawasan guru, hingga sanksi yang jelas bagi pelaku perundungan.
Peran penting guru BK (Bimbingan Konseling) ditingkat sekolah harus turut serta terlibat dalam pendidikan karakter siswa-siswinya agar hal yang demikian tidak menjadi sebuah peristiwa yang akan menambah korban-korban selanjutnya.
Apabila tidak segera ditangani dikhawatirkan akan semakin marak dan menimbulkan dampak serius bagi generasi muda, baik secara mental maupun sosial.
Merujuk data di negara Jepang Bunuh diri anak-anak (SD–SMA): laporan resmi menyebut 513 anak/remaja meninggal karena bunuh diri pada 2023 — angka ini tetap tinggi dan mendapat perhatian khusus pemerintah.
Juga menurut laporan OECD, angka bunuh diri di bawah 30 tahun termasuk yang tertinggi di antara negara-negara OECD — Jepang masuk dalam kelompok negara dengan tingkat bunuh diri pemuda yang tinggi diakibatkan bullying.