Sumbar Berang Riau Ambil Pajak PLTA Koto Panjang

Daerah, Ekonomi477 views

Payakumbuh, Suarapribumi.co.id – Pernyataan unsur pimpinan DPRD Propinsi Riau di media massa terkait direbutnya 100 persen penerimaan pajak air permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bumi Lancang Kuning tersebut menuai kecaman para politisi dan aktivis di Sumatra Barat.

Pernyataan unsur pimpinan DPRD Riau tersebut bernama Hardianto, ia menyampaikannya dalam Sidang Paripurna DPRD Propinsi Riau yang digelar Senin (27/7) kemaren.

Dalam Sidang Rapat Paripurna yang digelar oleh DPRD Propinsi Riau yang juga dihadiri oleh Gubernur setempat, Hardianto dalam kesempatan itu mengungkapkan apresiasinya kepada Komisi III DPRD Riau terkait keberhasilan mereka menambah PAD daerah melalui PAP PLTA Koto Panjang 100 persen.

Bagi Hardianto keberhasilan Komisi III tersebut adalah merupakan sebuah prestasi yang patut diberi apresiasi. Selama ini Riau hanya mendapatkan separo dan berbagi sama banyak dengan Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) terkait penerimaan PAP PLTA Koto Panjang.

Seperti dikutip dari Goriau.com, Hardianto mengatakan dalam rapat paripuran tersebut,”Saya Selaku Pimpinan DPRD Riau mengapresiasi kinerja Komisi III yang berhasil merebut 100 persen Pajak PLTA Koto Panjang berdasarkan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009″ ujar Hardianto.

Dengan Jumawa dalam rapat itu dirinya juga menimpali dengan mengatakan Jika PLTA Koto Panjang itu 100 persen berada di Wilayah Riau, namun harus berbagi setoran pajaknya dengan Sumbar.

Tentu saja pernyataan pedas unsur pimpinan DPRD Riau tersebut bikin panas kuping politisi Sumbar serta masyarakatnya. Warga Sumbar terkhusus yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota menjadi gerah dan merasa terusik dengan pernyataan yang bersangkutan yang dinilai terindikasi melecehkan dan merendahkan peran Masyarakat Sumbar terkait keberadaan PLTA Koto Panjang tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh anggota DPRD Sumbar, HM Nurnas, pada Selasa 28 Juli 2020 malam kepada awak media dirinya mengatakan, Jika benar apa yang dikatakan oleh unsur pimpinan DPRD Riau tersebut tentang pernyataannya dalam Rapat Sidang Paripurna tersebut, tentu dirinya telah menyakiti hati masyarakat Sumbar, Khususnya Warga Kabupaten Limapuluh Kota.

HM Nurnas menyarakankan agar unsur pimpinan DPRD Riau tersebut agar kembali mempelajari sejarah berdirinya Waduk PLTA Koto Panjang tersebut yang banyak mengorbankan hati serta perasaan warga Tanjung Balik, Kabupaten Limapuluh Kota.

Sementara itu, Safaruddin Dt. Bandaro Rajo, anggota DPRD Sumbar, dalam pernyataannya terkait PLTA Koto Panjang diklaim sepihak milik Riau tersebut, juga menyayangkan sikap serta ujaran unsur pimpinan DPRD Riau tersebut. Menurutnya meski Lokasi PLTA di Kampar namun sumber airnya ada di Sumbar.

Selain itu menurutnya lagi sebelumnya sudah disepakati kedua Provinsi bahwa pajak PAP PLTA Koto Panjang telah ditetapkan dibagi dua. Ia menyayangkan DPRD Riau dan Pemprov Riau melanggar kesepakatan tersebut.

Untuk itu DPRD Sumbar akan memproritaskan pembahasan PLTA Koto Alam dan mempertanyakan kepada Gubernur Sumbar apakah keputusan sepihak dari Riau itu telah disetujui, ungkapnya.

Tidak mau kalah dengan rekannya yang ada di propinsi, kritikan tajam serta panas juga muncul dari pihak DPRD Kabupaten Limapuluh Kota. Deni Asra Ketua DPRD setempat dalam pernyataan resminya kepada awak media menjelaskan jika pihaknya amat tersinggung dengan pernyataan unsur pimpinan DPRD Riau.

Menurutnya, pihaknya sangat menyayangkan sikap DPRD Propinsi Riau yang dengan bangganya menyampaikan itu dalam rapat paripurna terbuka. Lebih jauh Deni menjelaskan, jika DPRD Riau berpedoman dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 itu artinya telah berjalan 11 tahun yang lalu. Dan bagi hasil terkait pajak ini juga telah berjalan dan baik baik saja, ucapnya.

“Kalau begini cara DPRD Riau, Saya tegaskan itu cara yang tidak fair” tandasnya lagi.

Selama ini Propinsi Sumatera Barat sudah “bersahabat” dengan Riau terutama masalah tapal batas. Kita juga menginginkan ketegasan Pemprov Sumbar terkait tapal batas dengan Riau. Secepatnya pihaknya akan segera kordinasikan dengan ketua DPRD Propinsi dan Gubernur Sumbar terkait masalah PAP PLTA Koto Panjang ini, papar Deni Asra.

Senada dengan Deni Asra, anggota DPRD Kabupaten Limapuluh Kota, Marsanova Andesta, juga dengan panas menanggapi pernyataan DPRD Riau yang telah mengklaim jika PLTA Koto Panjang milik mereka.

Menurutnya Pemerintahan Riau berterima kasih kepada Sumbar karena telah mau berbagi dua terkait pajak PAP tersebut. Harus disadari datangnya sumber air ke PLTA itu justru berada di kawasan Sumbar. Harusnya pihak DPRD Riau mau berkaca dengan sejarah, ujarnya pedas.

Menurut Andes, bagaimana masyarakat Tanjung Balik dan sekitarnya di kawasan Limapuluh Kota, pindah massal serta merelakan tanah dan lahan lahan mereka untuk dialiri air, dijadikan sebagai Waduk PLTA demi kepentingan menerangi daerah kawasan Riau.

“Lalu tiba tiba ada seseorang di gedung DPRD Riau sana yang merasa jumawa dan mengatakan tidak ada urusan PLTA tersebut dengan Sumbar. Ini anggota dewan yang sombong atau baru belajar jadi anggota dewan,” tandas Andes sambil melontarkan pertanyaan.

Dirinya juga mengatakan jika masyarakat Limapuluh Kota memagar beton aliran air sungai yang menuju PLTA Koto Panjang itu, lalu Pemprov Riau mau apa, tanyanya lagi.

Walaupun lokasi PLN ada di daerah mereka, tapi Sumbar banyak memberikan andil, untuk itu dia berharap agar orang tersebut jangan berlagulah, pungkasnya mengatakan.

Tokoh Muda Luak Limo Puluah Syafri Ario juga ikut berang dengan klaim tersebut, ia mengatakan tak seharusnya Pejabat di Riau berkata seperti itu dan pengambilan pajak 100 persen itu jelas menyalahi.

Ia menjelaskan daerah tangkapan airnya adalah di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar, dan untuk pajak air dan permukaan ada pembagiannya. Kabupaten yang mempunyai tangkapan air seharusnya menerima 55%, dan yang di hilir menerima 45%.

“Total pajak masuk ke provinsi, tinggal 20% untuk provinsi. Sisanya 55%:45% untuk 2 kabupaten. Kalau ndak ada daerah tangkapan air, kan ndak mungkin berjalan turbin PLTA tuh. Jika benar Mendagri yang putuskan, kenapa sepihak saja itu Mendagri memberikannya ka Riau,” ujarnya.

Padahal kata dia jika terjadi banjir banyak politisi Riau menyalahkan Sumbar menjadi penyebab banjir yang sampai berdampak ke Riau.

“Kalaupun Sumbar selama ini dapat pajak air dan permukaan dari PLTA Koto Panjang itu, tetap saja warga Nagari Tanjuangpauah dan Nagari Tanjuangbaliak di Kecamatan Pangkalan, tidak ikut menikmatinya,” jelasnya.

Setidaknya, itu pengakuan dari pemerintah kedua nagari tsb, tatkala kami menelusuri “Riwayat Sepuluh Negeri yang Tenggelam” akibat pembangunan waduk PLTA Koto Panjang, bertahun silam.

Pernyataan pejabat Riau ini memang kejam sekali. “Lupa sejarah dia. Tak akan ada waduk PLTA Koto Panjang itu tanpa peran Sumbar,” tegasnya.

Tokoh Pers Sumbar asal Luak Limo Puluah, Fajar Rilah Vesky juga mengutuk ia mengatakan Ada air mata warga Sumbar, khususnya anak nagari Tanjuangpauah dan Tanjuangbalik, untuk pendirian waduk yang dibangun dengan duit pinjaman Jepang itu.

“Ada banyak dampak ekonomi, sosial, dan budaya yang dialami Sumbar akibat ‘bedol desa’ demi menerangi Riau dengan listrik,” ujarnya.

Sepatutnya, politisi Riau di atas, tidak asal berbunyi saja mulutnya. Pelajarilah sejarah, mengapa waduk PLTA Koto Panjang berdiri. Ada peran Sumbar di dalamnya. Ada ikatan emosional amat kuat dan tak bisa dipisahkan antara warga “2 desa di Sumbar’ dan ‘8 desa di Riau” yang terdampak pembangunan PLTA Koto Panjang itu.

Pewarta: Tim SP

Tinggalkan Balasan