Tanah Datar, Suarapribumi.co.id — Perhelatan Panjat Pinang atau sering disebut ‘Alek Panjek Pinang’ merupakan bagian dari peringatan atas jasa pahlawan Indonesia dan juga hiburan. Saat Belanda masih menguasai Indonesia, mereka pernah mewajibkan wilayah koloninya untuk memperingati Koninginnedag setiap tanggal 31 Agustus. Hari itu dimaksudkan untuk menghormati kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau.
Sebab itu, semua masyarakat diminta untuk melakukan berbagai perayaan seperti festival, karnaval, hiburan, pasar kaget, wayang, termasuk salah satunya lomba panjat pinang.
Biasanya, Alek Panjek Pinang ini di selenggarakan pada hari kemerdekaan 17 Agustus, namun lain halnya dengan pemuda-pemudi Nagari Barulak, Kecamatan Tanjung Baru, Kabupaten Tanah Datar. Setiap hari besar seperti sumpah pemuda, hari pahlawan, perayaan hajatan bahkankan di perayaan Khatam Alquran mereka selalu menyelenggarakan Alek Panjek Pinang.
Hafis Maulana, pemuda Nagari Barulak yang juga memahami sedikit banyaknya tentang budaya dan sejarah, Pemuda yang akrab disapa Camiang ini menjelaskan bahwa di Nagari Barulak ini, apapun hari besarnya, Panjat Pinang lah hiburannya.
“Selain hiburan, ini merupakan wujud menghargai jasa para pahlawan terdahulunya bagi kami, mengenang bagaimana perjuangan pendahulu demi sepotong roti, secupak beras demi mengisi lambung, mereka rela menjadi permainan bagi meneer-meneer Belanda dulunya,” jelas Camiang didampingi Mufti dan Dika saat diwawancara Suarapribumi.co.id, Rabu (10/11) di Barulak.
Bertepatan pada 10 November, sebagai hari peringatan Pahlawan Nasional, juga di berkebetulan di hari yang sama di Jorong Lompatan Datar sedang di selenggarakannya Khatam Alquran. Giat pemuda-pemudi begitu semangat saat Suarapribumi.co.id melintasi jalan lintas provinsi Payakumbuh-Batusangar itu.
Disawah yang berlumpur, ratusan manusia membanjiri, mengerumuni sepiring sawah yang merupakan tempat panjat pinang akan dilangsungkan. Bukan hanya panjat pinang yang akan dihidangkan pemuda-pemudi di sini, hidangan lain seperti balap karung, tarik gambang, bola lumpur, mengambil koin dalam tepung, makan kerupuk dan banyak permainan lainnya.
Mahasiswa yang juga merupakan aktivis sejarah Mufti Arham juga mengatakan hal senada, menurutnya meskipun ini adalah warisan tradisi kolonial Belanda, tidak semua warisan kolonialisme itu buruk, seperti sekolah dan rumah sakit contohnya.
“Walapun itu sudah ada sejak zaman kolonial, apasalahnya kita teruskan sebagai hiburan, dan juga bentuk kita mengenang jasa para pahlawan terdahulu. Kami tidak hanya menyelenggarakan Alek Panjek Pinang, kami juga memberikan pengetahuan kepada adik-adik kami tentang sejarahnya, sehingga mereka paham bahwa Alek Panjek Pinang bukan hanya sekedar hiburan, namun ada sejarah yang terkandung didalamnya,” tutur Mufti.
Pewarta : Farhan Faridho